Sejarah & Peran KOJAI Dalam Industri Jamu Indonesia
"Berawal dari perkumpulan pengusaha jamu, KOJAI kini terus aktif merangkul dan mengedukasi pengusaha jamu hingga merancang paket wisata edukasi di Kampung Jamu"Diterbitkan oleh : Windri Astuti - 14/01/2025 08:30 WIB
2 Menit baca.
KOJAI merupakan akronim dari Koperasi Jamu Indonesia. Fungsinya adalah sebagai wadah para pengusaha jamu di Sukoharjo, Jawa Tengah. KOJAI terus aktif mengedukasi para pengusaha jamu di Sukoharjo agar tak hanya mampu memproduksi dan mendistribusikan jamu berkualitas unggul, namun juga lolos berbagai administrasi sesuai peraturan yang berlaku. Menggunakan prinsip dasar koperasi, KOJAI menjadi pendamping sekaligus pelaku ekonomi kerakyatan.
Sejarah & Fungsi KOJAI
Perlu diketahui, KOJAI dan GP Jamu adalah dua organisasi yang berbeda. Dikutip dari Skripsi berjudul Fungsi dan Peran Koperasi Jamu Indonesia (KOJAI) Terhadap Industri Jamu di Sukoharjo Tahun 1995-2012, karya Triyatno, 2016, KOJAI sejak awal telah menghimpun pengusaha jamu, membimbing, serta menggelar pengarahan cara memproduksi jamu yang sehat, aman, dan baik. Selain itu dilakukan juga bimbingan untuk penjual jamu gendong.
sumber: KOJAI
KOJAI resmi berbadan hukum pada 30 Juli 1995. Ketuanya adalah Suwarsi Moertedjo dengan anggota sebanyak 30 pengusaha jamu. Pada 2009 anggotanya sudah bertambah hingga 72 anggota. Pada 2005 KOJAI mendapatkan kepercayaan berupa dana APBD serta dana bergulir dari Kementerian Koperasi dan UMKM.
Koperasi yang berlokasi di jalan Mayor Sunaryo, Gawanan, Sukoharjo ini memiliki peranan yang vital untuk perkembangan industri jamu di Sukoharjo, Jawa Tengah. KOJAI mempermudah pemerintah untuk menjaga kualitas dan sistem kontrol terhadap produsen jamu. Selain itu juga menjadi pendamping para pengusaha jamu saat ingin mengurus izin resmi dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
KOJAI secara aktif mendampingi dan menyalurkan kritik dan saran dari para pengusaha jamu agar lebih terdengar gaungnya di kalangan pemegang kebijakan. Seperti dimuat di laman Radar Solo, pada akhir Mei 2021, ketua KOJAI Sukoharjo, Suwarsi Moertedjo, mengungkapkan keluhan pengusaha baru di Industri jamu merasa kesulitan saat mengurus perizinan di BPOM. Salah satu penyebab kesulitan itu adalah mensyaratkan adanya apoteker. Para pengusaha jamu baru merasa jumlah apoteker di daerah mereka masih minim Dalam kesempatan itu Suwarsi memberikan usul kalau syarat apoteker bisa diringankan menjadi D3 farmasi saja.
sumber: kabarku.net
Dari laporan itu muncullah peluang diskusi antar-pelaku bisnis dengan stakeholder di pemerintahan. Dalam kasus tersebut stakeholder yang dimaksud adalah Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Sukoharjo. Dari usulan yang memicu diskusi itu kerap muncul kebijakan-kebijakan yang memberikan kemudahan pengusaha jamu untuk lebih mudah naik level.
Dulu, pengusaha jamu yang masih rumahan menganggap legalitas produk adalah hal yang kurang penting. Namun melalui edukasi dan pemahaman yang dilakukan KOJAI, kini para pengusaha jamu baik yang skala kecil atau menengah, sudah menganggap legalitas produk adalah hal utama.
KOJAI juga menjadi salah satu pihak yang berjasa dengan terwujudnya Kampung Jamu Nguter di Sukoharjo. Melalui kerjasama intensif dengan Kementerian Kesehatan, KOJAI bersama pengusaha jamu dan warga berhasil mewujudkan Kampung Jamu yang diresmikan pada 2012 lalu.
KOJAI juga aktif mengikuti berbagai pameran untuk memperluas pemasaran jamu. Beberapa pameran yang pernah diikuti antara lain Pameran Perjalanan Rempah Indonesia yang diselenggarakan 2020 lalu, kemudian pameran saat Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Kamar Dagang & Industri (Kadin) tahun 2018.
Kini, salah satu terobosan terbaru KOJAI adalah sedang mematangkan konsep wisata edukasi di Kampung Jamu. Menurut keterangan Suwarsi kepada Solopos.com Mei lalu, rute wisata edukasi disiapkan mulai dari Stasiun Nguter kemudian ke Pasar Jamu dan seterusnya menuju Kampung Jamu. Peserta bisa melihat proses produksi jamu dari awal hingga proses pengemasan.