Sejarah Jamu Dari Zaman Kuno Hingga Era Kolonial
"Jamu telah menjadi bagian budaya dan kearifan Indonesia. Hampir 50 persen masyarakat Indonesia menggunakan jamu. Ini selaras dengan apa yang dilakukan oleh Balitbang Kementerian Kesehatan yang terus memperbaharui RISTOJA, Riset Tanaman Obat dan Jamu secara reguler"Diterbitkan oleh : Windri Astuti - 27/09/2024 13:43 WIB
3 Menit baca.
Pemanfaatan ramuan tradisional sebagai obat tidak hanya dilakukan masyarakat Jawa tetapi juga masyarakat luar Pulau Jawa. Istilah jamu yang mengacu pada penggunaan jamu seperti sekarang ini sudah melalui proses yang panjang. Berkali-kali pembuktian hingga pembukuan pernah dilakukan.
Sebelum hingga abad ke-18
Salah satu petunjuk tertua yang mengindikasikan rakyat di tanah Jawa memanfaatkan ramuan herbal untuk kesehatan adalah dengan ditemukannya fosil berupa lumpang, alu, dan pipisan yang terbuat dari batu. Kalau anggapan itu benar, hal-hal serupa dengan jamu sudah digunakan sejak zaman mesolitikum.
Sumber: www.sasadaramk.com
Setelah itu ada bukti penggunaan ramuan herbal pada relief di Candi Borobudur dan Candi Prambanan yang sudah ada antara abad ke-8 hingga abad ke-9. Pada abad ke-12 ada Candi Penataran yang juga memuat relief serupa. Kemudian ada transkrip kuno bernama Usada Bali yang ditulis di daun lontar. Menggunakan bahasa Jawa kuno, Sansekerta, dan bahasa Bali, Usada Bali menguraikan penggunaan jamu. Diperkirakan Usada Bali ditulis antara 991-1016 M. Pada abad ke-15 hingga ke-16, Primbon Kartasuro memulai penggunaan istilah Djamoe (jamu).
Sumber: bali.idntimes.com
Abad ke-19 & Era Kolonial
Memasuki abad ke-19, ada Serat Centini yang menguraikan berbagai hal tentang jamu. Kanjeng Gusti Adipati Anom Mangkunegoro III menulisnya di antara tahun 1810 – 1823. Pada 1850, R. Atmasupana mengkurasi sekitar 1734 ramuan jamu. Dari bukti-bukti tersebut bisa dikatakan jamu adalah unsur penting bagi kehidupan rakyat Nusantara, khususnya di Jawa. Penggunaan jamu di luar Jawa tidak memiliki pencatatan yang baik, sehingga masih susah dilacak.
Serat Centini
Sejarah jamu di masa kolonial bisa dibilang sedang berjaya. Dahulu, orang-orang Eropa mengalami penyakit baru karena mereka tinggal di daerah tropis di Nusantara. Mereka kesulitan mengobati penyakit tersebut, selain karena karakter penyakit berbeda, obat kiriman dari negara asal lama sampai dan banyak yang rusak selama perjalanan. Karena hambatan itu, para dokter dan peneliti mulai melirik kebiasaan warga lokal yang menggunakan ramuan herbal untuk pengobatan.
Laman insideindonesia.org menerbitkan laporan tentang sejarah jamu berjudul The Triumph of Jamu karya Hans Pols pada 2010. Dalam laporan tersebut dinyatakan para dokter dan peneliti? dari Belanda, Inggris, hingga Jerman sangat tertarik untuk meneliti jamu. Hasil dari penelitian itu ada yang dibukukan, antara lain, Practical Observations on a Number of Javanese Medications karya dr. Carl Waitz yang terbit pada 1829. Buku tersebut menjelaskan ramuan herbal dari Jawa bisa menggantikan obat yang biasa dipakai di Eropa. Beberapa temuan Carl adalah rebusan sirih bisa mengobati batuk, rebusan kayu manis untuk meringankan demam, daun kayu manis digunakan untuk meringankan gangguan pencernaan.
Pada 1850, ahli kesehatan asal Belanda, Geerlof Wassink menginstruksikan kepada para dokter agar menggunakan herbal untuk pengobatan. Hasil dari praktik para dokter itu kemudian dipublikasikan dalam jurnal Medical Journal of the Dutch East Indies.
Penelitian yang lebih mendalam dilakukan di Kebun Raya Bogor. Pada 1892 ahli farmasi Willem Gerbrand berhasil membuktikan efek jamu secara farmakologis. Ia berhasil mengisolasi bahan aktif tanaman yaitu morfin, kinin, dan koka. Dari ketiga bahan tersebut khasiat jamu bisa dibuktikan secara ilmiah. Setelah itu terbitlah Materia Indica. karya dr. Cornelis L.van der Burg, buku setebal 900 halaman itu merangkum pemanfaatan jamu di Indonesia.
Pada awal 1900-an penggunaan jamu menurun drastis. Beberapa penyebabnya adalah ditemukannya teori baru tentang bakteri dan penemuan Sinar X. Dari sini nasib jamu menuju ke era baru, Ikatan Dokter Indonesia (IDI), mulai menaruh perhatian pada jamu, mulai bermunculan juga pengusaha-pengusaha jamu dengan skala yang cukup masif.
Penasaran seperti apa sejarah jamu pada waktu itu? Baca artikel kami selanjutnya ya.
Sumber: Jurnal Jamu, Obat Tradisional Asli Indonesia Pasang Surut Pemanfaatannya di Indonesia, karya Ernie H. Purwaningsih, Departemen Farmasi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2011.