Jamupedia

Mengenal Saintifikasi Jamu

"Jamu memang sudah secara turun temurun digunakan untuk memelihara kesehatan dan mengobati penyakit, tetapi belum banyak yang didukung dengan bukti ilmiah terkait khasiat dan keamanan bahan pembuatnya. Karena itulah, proses saintifikasi jamu perlu dilakukan untuk menyediakan bukti ilmiah tentang manfaat dan keamanan jamu, khususnya terkait dengan penggunaan jamu untuk komunitas (Danang Ardianto, dokter di Klinik B2P2TOOT)" "

Diterbitkan oleh : Farida  -  07/09/2022 13:48 WIB

3 Menit baca.

Saintifikasi Jamu sangat diperlukan agar semakin banyak produk jamu yang khasiatnya bisa dibuktikan secara ilmiah. Dalam jangka panjang, bukan tidak mungkin pengobatan menggunakan jamu bisa disandingkan dengan pengobatan medis dan tersedia di berbagai fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia.

Jurnal berjudul, Saintifikasi Jamu Sebagai Upaya Terobosan Untuk Mendapatkan Bukti Ilmiah Tentang Manfaat dan Keamanan Jamu, karya Siswanto, 2012, membahas banyak hal tentang saintifikasi jamu. 

Berdasarkan jurnal tersebut, inisiasi saintifikasi jamu bermula dari UU No.36 tahun 2009 tentang kewajiban warga negara untuk mempertahankan dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Ditambah dengan UU No.29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran.

Dari dua UU tersebut akhirnya muncul Permenkes 003 tahun 2010 yang mulai membahas tentang saintifikasi jamu. Dalam Permenkes tersebut yang dimaksud dengan saintifikasi jamu adalah pembuktian ilmiah jamu melalui penelitian berbasis pelayanan.

Tujuan utama proses saintifikasi jamu ada tiga. Pertama untuk mendapatkan landasan bukti ilmiah dalam penggunaan jamu melalui penelitian berbasis pelayanan. Kedua untuk melahirkan jejaring dokter, dokter gigi, dan tenaga kesehatan sebagai peneliti. Ketiga untuk meningkatkan stok jamu yang aman dan khasiatnya sudah terbukti secara ilmiah.

Saintifikasi jamu ini difokuskan dari sisi hilir, yaitu yang dekat dengan pelayanan. Jadi berbeda dengan penelitian di sisi hulu yang dilakukan para peneliti dan ilmuwan. Oleh karena itu proses saintifikasi jamu memerlukan jejaring dokter yang bisa menjadi jejaring peneliti berbasis pelayanan kesehatan. Jejaring dokter ini disebut dengan Dokter Saintifikasi Jamu (Dokter SJ).

Dikutip dari laman Suara.com, untuk mewujudkan dan melancarkan proses saintifikasi jamu, Balitbangkes, selaku pelaksana operasional saintifikasi jamu, pada 2015 sudah melatih 382 dokter SJ dan 74 orang apoteker SJ.

Pelan tapi pasti, saintifikasi jamu sudah menemukan beberapa hasil yang pasti. Hingga tahun 2022 ini, sudah ditemukan 11 formula jamu saintifik yang terbukti aman dan berkahsiat melalui uji klinik Randomized Controlled Trial (RCT)

 

Museum Jamu Hortus Medicus yang berlokasi di Tawangmangu, Karanganyar, Jawa Tengah, adalah tempat saintifikasi jamu milik Balitbangkes yang memiliki fasilitas lengkap, mulai dari tanaman obat, laboratorium pasca-panen, laboratorium pendukung uji praklinik dan uji klinik, rumah riset jamu, dan laboratorium ekstraksi jamu.

Selain menjadi laboratorium untuk saintifikasi jamu, Museum Jamu Hortus juga digunakan sebagai tempat wisata. Wellness tourism atau wisata kebugaran menjadi metode museum tersebut untuk menggaet wisatawan. Lokasi yang berada di lereng gunung dengan pemandangan indah dan udara sejuk menjadi nilai tambah tempat ini. 

Kendala Saintifikasi Jamu

Proses saintifikasi jamu bukannya tanpa kendala, laman lipi.go.id pada 2015 memuat sebuah artikel dari Harian Kompas. Dalam artikel tersebut dijelaskan bahwa saintifikasi jamu sulit berkembang karena manajemen antar-lembaga masih sangat lemah.

Selain itu, dirasa pada waktu itu peneliti masih terlalu fokus pada metode, sehingga kurang konsisten terhadap target. Fokus masih pada sumber dana baru, dibandingkan penemuan baru. Minimnya sarana dan prasarana penelitian juga menjadi kendala dalam proses saintifikasi jamu.