Jamupedia

Cerita Kampung Wonolopo, Berjaya Bersama Jamu Gendong

"Jamu membawa berkah untuk warga Wonolopo. Berkat berdagang jamu, desa tersebut bisa terkenal ke berbagai daerah. Kesejahteraan ekonomi warganya pun turut meningkat berkat jual beli jamu."

Diterbitkan oleh : administrator  -  24/11/2021 12:00 WIB

0 Menit baca.

Kampung Jamu Gendong Wonolopo berlokasi di Dusun Sumber Sari, Kelurahan Wonolopo, Kecamatan Mijen. Kelurahan yang masuk dalam wilayah administrasi Semarang Kota itu mulai dikenal sebagai kampung jamu sejak tahun 1980-an. Berawal dari segelintir orang, kini mayoritas penduduknya mencari rezeki lewat jamu.

Sumber: galeriwisata.id

Laman Halosemarang.com mengisahkan, awal mula Wonolopo menjadi kampung jamu gendong berawal dari pendatang dari Solo pada tahun 1985. Pendatang itu menjadi penjual jamu gendong pertama di Wonolopo yang dahulu masih menjadi bagian dari Kelurahan Mijen.

Mengutip keterangan Kholidi, Ketua Paguyuban Jamu Gendong Sumber Husodo Wonolopo, menurutnya, awal mula ada tiga orang yang menjadi pedagang jamu. Dalam kurun tiga tahun, usaha ketiganya berkembang pesat. Saat itu mayoritas warga Wonolopo berprofesi sebagai petani dan pekerja bangunan. Melihat perkembangan bisnis jamu yang pesat, maka para warga pun tertarik. Sebagian besar penjual jamu gendong berasal dari RT 03/RW10 dan RT 02/RW10 Dusun Sumber Sari, Kelurahan Wonolopo.

Kampung Tematik Jamu

Seiring semakin berkembangnya usaha jamu di Wonolopo, desa tersebut dinobatkan sebagai Kampung Tematik Jamu pada 2016 oleh Wali Kota Semarang. Dikutip dari Skripsi Berjudul Pengembangan Masyarakat Berbasis Potensi Lokal (Studi Pada Kampung Tematik Jamu Kelurahan Wonolopo, Mijen, Kota Semarang) karya Ana Milatul Khusna, 2019, kurang lebih ada 41 orang anggota Paguyuban Jamu Gendong di Wonolopo. Berdasarkan keterangan Kholidi yang diambil pada Desember 2018, sebelum menjadi kampung tematik, anggota paguyuban kurang lebih ada 20-an orang. Namun setelah menjadi kampung tematik, anggotanya meningkat hingga 41 dengan kurang lebih 35 anggota aktif.

Sumber: pingpoint.co.id

Tujuan paguyuban itu untuk merangkul para penjual jamu dengan cara memberikan edukasi terkait pengolahan dan pengelolaan produk jamu. Dari hal tersebut diharapkan para penjual jamu bisa menghasilkan produk yang baik dan memberi efek ekonomi yang mensejahterakan.

Paguyuban rutin menggandeng Dinas Kesehatan, BPOM, atau mahasiswa kesehatan untuk melakukan penyuluhan. Para pengusaha diberi pengetahuan terkait bahaya penyalahgunan bahan-bahan kimia, proses pengolahan jamu yang higienis, hingga teknik pengemasan yang sesuai standar.

Terkait kuantitas penjualan jamu yang semakin hari semakin besar, paguyuban pun mulai menggalakkan gerakan menanam Tanaman Obat Keluarga (TOGA). Menurut keterangan Khalidi sebelum mulai menanam TOGA para penjual jamu mengandalkan bahan baku dari Sambiroto, Tembalang, Semarang. Selain untuk bahan baku jamu, TOGA juga digunakan sebagai alat edukasi bagi pengunjung.

Beberapa jenis TOGA yang ditanam di Kampung Tematik Jamu Wonolopo antara lain, Kemangi, Kitolod, Kunyit Putih, Tapak Liman, Sambiloto, Jahe, Temulawak, Kencur, Sirih Keriting, Manjakani, Adas, dan masih banyak lagi.

Tak hanya itu, untuk semakin mempromosikan produk jamu dari Wonolopo, para pengusaha jamu kerap mengikuti bazar-bazar. Bazar biasanya diadakan oleh kecamatan-kecamatan yang ada di Semarang, selain itu juga ada bazar yang diselenggarakan di pusat-pusat perbelanjaan dan bazar oleh pemerintah daerah.

Berjaya Bersama Jamu

Jamu membawa berkah untuk warga Wonolopo. Berkat berdagang jamu, desa tersebut bisa terkenal ke berbagai daerah. Kesejahteraan ekonomi warganya pun turut meningkat berkat jual beli jamu. Berkat berjualan jamu, ibu-ibu sudah tak lagi menganggur, anak-anak pun bisa mendapat pendidikan yang layak. Fasilitas desa pun turut mendapat dampak positif dari berjualan jamu. Warga Wonolopo mampu membangun gedung RT, memperbaiki jalan, hingga membuat drainase kampung, semuanya swadana gotong royong masyarakat dari hasi berjualan jamu.